Tim SAR berhasil menemukan jasad Muhammad Agus pada Selasa (15/10) sekitar pukul 15.40 WIB. (Dok. Ist) |
JATIMTERKINI.ID - Gunung Wilis di Jawa Timur menjadi tempat pendakian pertama sekaligus terakhir bagi Muhammad Agus, seorang pemuda berusia 24 tahun asal Jakarta Barat. Kejadian ini berakhir tragis, dengan Agus ditemukan meninggal setelah hilang selama enam hari dalam pendakian tersebut.
Muhammad Agus, warga Jalan Pedongkelan Belakang, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, memutuskan untuk mendaki Gunung Wilis bersama dua rekannya.
Gunung Wilis, dengan ketinggian 2.563 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadi tantangan pertama bagi Agus, yang sebelumnya belum pernah melakukan pendakian gunung.
Sayangnya, perjalanan ini berakhir tragis. Saat perjalanan turun dari puncak, Agus mendahului dua rekannya dan tiba-tiba hilang.
Setelah enam hari pencarian, Tim SAR gabungan akhirnya menemukan Agus dalam kondisi sudah meninggal dunia.
Koordinator Unit Siaga SAR Bojonegoro, Novix Heryadi, mengonfirmasi bahwa pendakian Gunung Wilis adalah pendakian pertama Agus.
Menurut keterangan orangtua Agus, pendakian tersebut adalah pengalaman pertama bagi putranya.
"Menurut keterangan orang tuanya, korban baru pertama kali mendaki. Korban izin ke keluarganya sebelum mendaki," jelas Novix saat dikonfirmasi pada Rabu (16/10/2024).
Petualangan Agus bersama dua rekannya dimulai pada Selasa, 8 Oktober 2024. Mereka memilih jalur pendakian via Sekartaji, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Pendakian dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Delapan jam kemudian, mereka tiba di Pos Sekartaji, sebuah titik perhentian sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Wilis.
Keesokan harinya, pada Rabu (9/10/2024) sekitar pukul 09.00 WIB, ketiga pendaki ini mencapai Puncak Limas, puncak tertinggi Gunung Wilis. Setelah beristirahat sekitar satu jam, mereka mulai turun dari puncak. Inilah saat di mana nasib buruk menimpa Agus.
Ketika turun dari puncak, Agus memisahkan diri dari kedua temannya. Saat mereka sampai di Pos Zero, dua rekannya menyadari bahwa Agus sudah tidak terlihat di sekitar mereka.
Namun, pada awalnya, mereka tidak terlalu khawatir. Mereka berasumsi Agus telah lebih dulu sampai di Pos Sekartaji, tempat mereka beristirahat sebelumnya.
Namun, ketika mereka tiba di Pos Sekartaji, Agus tidak ada di sana. Kekhawatiran mulai muncul, dan dua rekannya segera melaporkan kehilangan tersebut ke pos registrasi.
Proses pencarian oleh tim SAR
Setelah laporan diajukan, tim SAR gabungan segera dikerahkan untuk mencari Agus. Pencarian dimulai pada Kamis (10/10/2024), dan dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk personel Tim SAR Bojonegoro. Upaya pencarian berlangsung intensif selama beberapa hari.
Akhirnya, setelah enam hari pencarian, tubuh Agus ditemukan pada Selasa (15/10/2024) sekitar pukul 15.40 WIB.
Menurut keterangan dari Novix Heryadi, jenazah Agus ditemukan di area semak-semak, sekitar 500 meter di bawah lokasi awal yang diduga sebagai tempat hilangnya korban.
"Jenazah korban ditemukan di antara semak-semak di kiri jalur pendakian. Kurang lebih 500 meter di bawah lokasi dugaan awal hilangnya korban," jelas Novix.
Kejadian ini menambah daftar tragedi pendakian di Indonesia, khususnya bagi pendaki pemula yang mungkin belum siap sepenuhnya menghadapi medan pegunungan yang menantang.
Kisah Muhammad Agus menjadi pengingat penting bagi pendaki pemula agar selalu memperhatikan persiapan sebelum mendaki, termasuk memahami kondisi fisik dan mental, serta mematuhi protokol keamanan saat berada di gunung.
Pendakian gunung memerlukan pengalaman dan perencanaan yang matang, termasuk penggunaan peralatan yang sesuai dan penguasaan jalur pendakian.
Tragedi ini juga menggarisbawahi pentingnya pendakian yang dilakukan secara berkelompok, serta perlunya komunikasi yang baik antaranggota tim selama pendakian. Dengan cuaca dan kondisi medan yang tidak bisa diprediksi, setiap pendaki harus siap menghadapi berbagai kemungkinan.
Meninggalnya Muhammad Agus di Gunung Wilis tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya, tetapi juga bagi komunitas pendaki di Indonesia. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa alam, terutama gunung, harus dihormati dan dijelajahi dengan penuh kehati-hatian.
>> Baca artikel selengkapnya di Nganjuk Terkini